Senin, 07 November 2016

MEDIA PEMBELAJARAN


Media pembelajaran merupakan suatu alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kepada penerima pesan (peserta didik), sehingga si penerima pesan dapat dengan mudah memahami pesan/informasi yang disampaikan oleh pengirim pesan (pendidik).
Menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.  Sedangkan menurut National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.
Penggunaan media pembelajaran sangat diperlukan untuk tercapainya suatu tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan nasional. Bagi seorang guru penggunaan media yang efektif akan lebih memudahkan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dimana seorang guru dapat dengan mudah dalam menjelaskan materi pelajaran, peserta didikpun dapat memahami isi/materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Namun, terdapat syarat-syarat tertentu dalam pembuatan media agar mudah dipahami oleh peserta didik. Adapun syarat-syaratnya adalah:
1.      Visible (mudah dilihat)
2.      Interesting (menarik)
3.      Simple (sederhana)
4.      Useful (bermanfaat)
5.      Accurate (benar)
6.      Legitimate (sah, masuk akal)
7.      Structure (terstruktur)
Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator sangat diperlukan dalam pembuatan media agar isi dari media pembelajaran tersebut lebih jelas. Dalam pembuatan media pembelajaran yang saya buat, saya menggunakan Kurikulum SMK Tahun 2013. Adapun Kompetensi Dasar (KD) saya ialah Menganalisis Teori Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia. Indikator dari media pembelajaran yang saya buat akan dipaparkan dibawah ini.
Pada blog ini saya akan memaparkan jenis-jenis media pembelajaran yang telah saya buat dalam pembelajaran sejarah beserta kelebihan dan kekurangannya. Adapun media yang telah saya buat adalah:
1. Chart
Representasi media pembelajaran berupa chart berisi kronologi yang di dalamnya berisi jumah dan bertingkat (urutan). Chart yang efektif memiliki karakteristik tertentu. Adapun karakteristik chart yang efektif adalah:
a.       Harus mengidentifikasikan tujuan dari pembuatan chart
b.      Mengurangi verbalism
c.       Simple
d.      Harus bisa mengkomunikasikan
e.       Informasi yang dijelaskan dalam kata-kata harus sejalan dengan verbal information.
Gambar dibawah ini merupakan media pembelajaran berupa chart.

Kompetensi Dasar (KD)       :
Menganalisis Teori Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia.
Indikator                                :
Mengetahui teori masuk dan berkembangnya agama Hindu Buddha di Indonesia.

Chart diatas menjelaskan suatu teori proses masuk dan berkembangnya agama Hindu Buddha di Indonesia. Terdapat lima teori masuk dan berkembangnya agama Hindu Buddha di Indonesia yaitu teori brahmana, teori ksatria, teori waisya, teori sudra, dan teori arus balik. Chart diatas bentuknya sangat sederhana sehingga poin-poin materi dapat dengan mudah dijelaskan. Namun terdapat kekurangan yaitu chart sebenarnya merupakan suatu bagan yang kronologis, sedangkan dalam chart diatas bagan tidak memiliki arti kronologis karena bagan-bagan diatas bukan dalam runtutan waktu, hanya bagan-bagan yang berupa poin-poin materi. Selain itu, chart diatas tidak dilengkapi dengan gambar, mungkin akan terlihat bagus jika terdapat gambar yang menarik. 
           2. Grafik
Grafik adalah sebuah media pembelajaran yang direpresentasikan dalam bentuk angka dari suatu data. Terdapat beberapa macam grafik, yaitu grafik batang, grafik garis, dan grafik lingkaran. Adapun grafik yang saya buat ini merupakan grafik batang. Grafik yang efektif memiliki karakteristik yaitu grafik yang mampu menunjukkan kompleksitas data dalam bentuk angka dan warna yang dibuatpun dapat memudahkan pemahaman grafik yang dibuat.
Kompetensi Dasar (KD)       :
Menganalisis Teori Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia.
Indikator                                :
Mengetahui persebaran pemelu agama Islam di beberapa provinsi Indonesia pada tahun 2010.

Grafik diatas berisi tentang jumlah persebaran pemeluk agama Islam di beberapa provinsi Indonesia pada tahun 2010. Provinsi-provinsi yang disebutkan dalam grafik diatas adalah provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, Jakarta Bali, Banten dan Kalimantan Selatan. Pembuatan angka pada sebelah kiri merupakan angka kelipatan. Grafik batang yang memanjang ke atas menunjukkan jumlah pemeluk agama Islam pada provinsi tertetentu. Dari media grafik diatas terdapat kelemahan, yaitu keterangan provinsi pada bawah grafik batang terlihat sangat kecil sekali, sehingga jika dilihat dari jarak yang jauh maka keterangan tersebut tidak akan bisa diketahui.

                  3. Peta Konsep
Peta konsep merupakan suatu pokok-pokok bahasan dari  suatu materi/pelajaran. Peta konsep dibuat guna memudahkan pemahaman terhadap materi pelajaran. Dimana peta konsep berisi urutan pokok-pokok bahasan yang saling berhubungan antara satu pokok bahasan dengan bahasan yang lain.
                                            
Kompetensi Dasar (KD)       :
Menganalisis Teori Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia.
Indikator                                :
Mengetahui Teori Masuknya Agama Islam di Indonesia.

Peta konsep diatas menjelaskan tentang teori masuknya agama Islam di Indonesia. Dimana peta konsep diatas menunjukkan urutan pokok-pokok bahasan yaitu mulai dari definisi teori, macam-macam teori, tokoh-tokoh pendukung, dan bunyi teori. Penggunaan media peta konsep ini akan memudahkan seseorang untuk memahami lebih dalam tentang bahasan materi tertentu. Terdapat kelemahan dari peta konsep diatas, yaitu peta konsep diatas tampak polos tanpa warna, sehingga terlihat kurang menarik.

              4. Mind Mapping
Mind mapping adalah suatu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. (Rusdi, 2010). Pembuatan mind mapping mengembangkan potensi kerja otak, dimana otak dapat berpikir secara runtut dan saling berhubungan sehingga penggunaannya dapat mudah dipahami. Pembuatan mind mapping akan lebih menarik jika terdapat kombinasi warna, simbol, dan bentuk yang mudah diingat, otakpun akan lebih mudah dalam menyerap materi pelajaran.
                                       
Kompetensi Dasar (KD)       :
Menganalisis Teori Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia.
Indikator                                :
Mengetahui akulturasi bangsa India dan Indonesia.

Mind mapping diatas berisi tentang materi akulturasi bangsa India dan Indonesia. Dimana kebudayaan India dan Indonesia meliputi beberapa aspek, yaitu sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, sistem kepercayaan dan bentuk pemerintahan. Dari beberapa aspek tersebut dipaparkan mengenai perubahan apa saja yang terjadi sebagai akibat dari akulturasi bangsa India dan bangsa Indonesia. Dalam mind mapping diatas poin-poin materi diklasifikasikan dalam bentuk warna. Namun kelemahan dari mind mapping diatas yaitu tidak terdapatnya keterangan warna yang dapat menunjukkan poin-poin materi. Dan juga garis-garis yang menunjukkan poin-poin yang hubungan agak sedikit sukar dimengerti jika tidak dilihat dengan teliti.

Berikut materi penjelasan tentang teori masuk dan berkembangnya agama Hindu Buddha di Indonesia.
1. Teori Brahmana
Van Leur merupakan tokoh utama yang melontarkan teori brahmana. Inti dari teori ini yaitu penyebaran agama dan kebudayaan India ke Indonesia dilakukan oleh golongan brahmana. Para brahmana ini datang ke Indonesia atas undangan para penguasa di Indonesia. Oleh karena itu, kebudayaan yang mereka bawa dan dikenalkan di Indonesia merupakan budaya golongan brahmana.
Setelah datang ke Indonesia atas undangan para penguasa, para brahmana itu juga memimpin pelaksanaan upacara vratyastoma. Upacara vratyastoma adalah upacara dalam agama Hindu yang dilakukan apabila ada seorang pengikut Hindu yang melakukan kesalahan sehingga dia dikeluarkan dari kastanya.
Dia akan diterima kembali ke dalam kastanya apabila telah melakukan upacara vratyastoma. Pelaksanaan upacara vratyastoma dipimpin oleh seorang brahmana. Menurut Paul Whealty, para penguasa lokal di Asia Tenggara sangat berkepentingan dengan kebudayaan India dengan tujuan untuk mengangkat status sosial mereka.
Van Leur melandasi pendapatnya dengan keyakinan bahwa antara India dan Indonesia terjadi hubungan perdagangan. Dalam hubungan tersebut dimungkinkan bukan hanya orang-orang India yang datang ke Indonesia, melainkan juga sebaliknya banyak juga orang Indonesia yang datang ke India.
Dengan argumennya tersebut, Van Leur juga menyanggah adanya teori ksatria dan teori waisya dalam proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Alasan Valn Leur tidak sependapat adanya kolonialis dalam proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha karena jika ada kolonialis berarti ada bukti penaklukan (oleh golongan ksatria).
Dengan begitu berarti ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah. Padahal sampai sekarang belum ditemukan sumber tertulis (prasasti) yang mendukung dan memuat peristiwa tersebut.

2. Teori Ksatria
Menurut R.C. Majundar, munculnya kerajaan atau pengaruh Hindu di kepulauan Indonesia disebabkan oleh peranan kaum Ksatria atau para prajurit India. Para prajurit diduga melarikan diri dari India dan mendirikan kerajaan-kerajaan di kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara. Namun dalam teori yang dikemukakan R.C. Majundar ini kurang disertai dengan bukti-bukti yang mendukung.

Sampai saat ini belum ada ahli arkeolog yang dapat menemukan bukti-bukti yang menunjukkan adanya ekspansi dari prajurit-prajurit India ke kepulauan Indonesia. Kekuatan teori ini terletak pada semangat untuk berpetualang para kaum Ksatria. Teori ksatria juga didukung oleh F.D.K. Bosch.
Menurut F.D.K. Bosch, pada masa lampau di India sering terjadi perang antargolongan. Para prajurit yang kalah kemudian meninggalkan India. Rupanya para prajurit tersebut ada yang sampai ke wilayah Indonesia. Para prajurit itulah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya.
Di tempat baru tersebut terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. Teori ksatria mempunyai kelemahan yaitu tidak adanya bukti tertulis bahwa pernah terjadi kolonialisasi oleh para ksatria India.

3. Teori Waisya
Teori waisya dikemukakan oleh N.J. Krom. Teori ini menyatakan bahwa kaum pedagang dari India selain berdagang juga membawa adat dan kebiasaan atau budaya negaranya. Menurut N.J. Krom, kaum pedagang merupakan golongan terbesar yang datang ke Indonesia. Mereka pada umumnya menetap di Indonesia dan kemudian memegang peranan penting dalam proses penyebaran kebudayaan India melalui hubungan dengan penguasa-penguasa Indonesia.
N.J Krom mengungkap adanya pernikahan antara para pedagang tersebut dan wanita Indonesia. Pernikahan tersebut dianggap sebagai saluran penyebaran pengaruh yang sangat penting dalam teori ini.
G. Coedes berpendapat bahwa yang memotivasi para pedagang India untuk datang ke Asia Tenggara adalah keinginan untuk memperoleh barang tambang terutama emas dan hasil hutan.
Kebenaran teori waisya ini diragukan, alasannya jika para pedagang yang berperan terhadap penyebaran kebudayaan, maka pusat-pusat kebudayaan seharusnya hanya ada diwilayah perdagangan, seperti di pelabuhan atau di pusat kota yang ada di dekatnya. Kenyataannya, pengaruh kebudayaan Hindu ini banyak terdapat di wilayah pedalaman, seperti dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu di pedalaman Pulau Jawa.

4. Teori Sudra
Di duga peperangan yang terjadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Tori sudra menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta sudra. Alasannya karena mereka dianggap sebagai orang-orang buangan dan hanya hidup sebagai budak.
Oleh karena itu mereka pergi dari India di antaranya datang ke Indonesia dengan tujuan untuk mengubah kehidupannya. Hipotesis sudra didukung oleh Von van Faber.

5. Teori Arus Balik
F.D.K. Boasch yang sebelumnya mengemukakan teori ksatria, kemudian berubah pikiran. Hal itu dapat terjadi karena dia menemuka fakta-fakta baru. Bosch berpendapat bahwa golongan cendekiawanlah yang membawa agama Hindu-Budha ke Indonesia. Golongan Cendekiawan yang dimaksud adalah para pendeta atau biksu.
Teori ini didukung oleh sejarawan Van Leur. Menurut pendapat Van Leur, orang Indonesia juga berperan dalam proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha (India). Para pedagan yang berasal dari Indonesia datang sendiri ke India karena penasaran dengan kebudayaan India.
Mereka menetap dan belajar di India selama beberapa waktu, kemudian pulang kembali dan membawa agama dan kebudayaan India serta menyebarkannya kepada masyarakat setempat.


                5.  Power Point
Power point merupakan salah satu dari media pembelajaran yang canggih. Dimana pengguannya menggunakan teknologi komputer dan ditayangkan melalui viewer serta layar untuk ditampilkan pada papan. Penggunaan power point lebih mudah digunakan dan tidak membutuhkan biaya yang mahal. Namun, pada sekolah-sekolah yang jauh dari pusat kota, besar kemungkinan penggunaan power point sulit dijangkau karena terbatasnya fasilitas.
Power point berisi penjelasan-penjelasan materi dalam bentuk beberapa slide yang berisi materi pembahasan. Media pembelajaran power point memiliki kekurangan dan kelebihan. Berikut penjabarannya.

Kekurangan
Microsoft Office PowerPoint ini hanya dapat dijalankan/dioperasikan pada sistem operasi Windows saja.
Kelebihan
Jendela PowerPoint dilengkapi dengan menu-menu dan tombol-tombol toolbar yang memungkinkan para pengguna dapat mengoperasikannya dengan mudah. Kelebihan ini ditunjang dengan fitur - fitur lain yang dibutuhkan dalam sebuah aplikasi presentasi.

Adapun Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator media pembelajaran power point saya sebagai berikut.

Kompetensi Dasar (KD)       :
Menganalisis Teori Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia.
Indikator                                :
Mengetahui Peninggalan Wali Songo di Indonesia.

Berikut media pembelajaran power point saya:
a.      Slide 1


Pada Slide 1 berisi judul materi, Kompetensi Dasar (KD), identitas penyusun, dan instansi. Tampilan pada slide 1 memberikan warna yang cukup menarik dan tidak terlalu gelap. Namun tidak ada jarak antar identitas penyusun dan instansi sehingga tampak penuh.
b.      Slide 2

Slide 2 berisi pengertian dari wali songo. Deskripsi dari pengertian wali songo tidak lebih dari 10 kata, juga dilengkapi dengan gambar tokoh wali songo sehingga terlihat lebih menarik.

c.       Slide 3

Slide 3 berisi masjid-masjid terkenal peninggalan wali songo. Masjid-masjid peninggalan wali songo hanya disebutkan saja, namun tidak berisi deskripsi dari masjid-masjid peninggalan tersebut. Penyebutan masjid-masjid peninggalan wali songo tersebut juga disertai gambar yang cukup menarik. Namun gambar dari masjid-masjid peninggalan wali songo tersebut kecil sekali, sehingga jika dilihat dari jarak jauh tidak terlihat jelas.
d.      Slide 4

Slide 4 berisi video yang telah dihyperlink sehingga ketika (Video) di klik maka video tentang bangunan masjid menara kudus akan ditayangkan otomatis oleh komputer.

e.       Slide 5
Pada slide 5 berisi link yang menjelaskan tentang masjid peninggalan wali songo. Jadi jika pada slide 3 hanya berisi penyebutan masjid-masjid peninggalan wali songo, nah pada slide 5 diatas menampilkan penjelasan dari macam-macam masjid peninggalan wali songo namun berbentuk link web.

Berikut deskripsi materi tentang Masjid Peninggalan Wali Songo:
Wali Songo dikenal sebagai penyebar agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di pantai utara pulau jawa yaitu, di Jawa Timur : Surabaya, Gresik dan Lamongan. di Jawa Tengah : Demak, Kudus dan Muria. Di Jawa Barat hanya di Kota Cirebon.
Para Wali Songo memiliki peninggalan bersejarah sebagai bukti dakwah mereka. Salah satu peninggalan wali songo adalah Masjid. Di era Wali Songo adalah era peralihan antara era Hindu-Budha dan digantikan dengan agama Islam. Jadi tak heran jika terdapat masjid peninggalan Wali Songo yang bercorak Hindu.

1. Menara Kudus
Di bangun oleh Sunan Kudus, pada tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriyyah, dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis - Palestina sebagai batu pertama dan terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Menara ini berastitektur Hindu, dengan tujuan menghormati masyarakat yang pada saat itu mayoritas beragama hindu.

2. Masjid Agung Demak
Di bangun oleh Raden Patah (Raja pertama kerajaan Demak) pada sekitar abad ke-15 masehi. Masjid ini adalah masjid yang tertua di Indonesia. Terletak di Desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini pernah digunakan sebagai tempat berkumpulnya para wali untuk membahas penyebaran agama Islam di sekitar demak. Bangunan ini memiliki 4 tiang utama yang disebut "saka guru", yang konon terbuat dari serpihan-serpihan kayu. 

3. Masjid Agung Banten
Di bangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin pada tahun 1552 - 1570. Ia adalah putra pertama sunan Gunung Djati. Salah satu ciri khas dari masjid ini adalah salah satu kubahnya bertumpuk 5 mirip pagoda China. Dikarenakan arsitektur masjid ini adalah orang China yaitu Tjek Ban Djut. Di sebelah timur masjid ini juga ada sebuah menara dengan ketinggian kurang lebih 24 m, dengan diameter bagian bawah 10 m. Dan untuk mencapai ujung menara harus menaiki kurang lebih 83 anak tangga. Dahulu masjid ini juga digunakan oleh Hendick Lucasz untuk menyimpan senjata.

4. Masjid Sang Cipta Rasa (Cirebon)
 Di bangun oleh Sunan Gunung Jati pada tahun 1478 M. Yang terletak di jalan Kasepuhan nmr. 43, kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ada yang berbeda di masjid ini, yaitu Adzan di kumandangkan oleh 7 orang sekaligus yang melambangkan kekuatan umat islam. 

5. Masjid Sedang Duwur
Konon katanya, masjid ini di boyong (dibawa) dari Jepara menuju bukit Amitunon Lamongan oleh Sunan Sendang Duwur (Raden Noer Rahmad) tidak lebih dari semalam. Dan sampai sekarang masjid ini masih kokoh berdiri di Bukit Amitunon, Desan Sendang Duwur, Lamongan. Masjid ini ditandai dengan surya sengkala yang berbunyi : "Gunaning Seliro Tirti Hayu" yang berarti menunjukan angka tahun baru 1483 Saka atau 1561 Masehi.

               6. Prezi

Prezi digunakan sebagai alat untuk membuat presentasi dalam bentuk linier maupun non-linier. presentasi linier adalah presentasi terstruktur artinya tampilan yang satu dengan yang lainnya saling berurutan, sedangkan presentasi non linier adalah presentasi yang berbentuk peta-pikiran (mind-map). Dalam software ini teks, gambar, video, dan media presentasi lainnya ditempatkan di atas kanvas presentasi, dan dapat dikelompokkan dalam bingkai-bingkai yang telah disediakan. Pengguna dapat menentukan ukuran relatif dan posisi antara semua obyek presentasi sesuai keinginan.
Kelebihan Prezi
1.      Tampilan tema yang lebih bervariasi dibandingkan dengan power point.
2.      Menarik ketika dalam mode presentasi, dengan menggunakan teknologi ZUI nya.
3.      Lebih simple dalam hal pembuatan animasi.
4.      Pilihan tema keren, yang dapat di unduh secara online.
Kekurangan Prezi
1.  Karena hanya menggunakan teknologi ZUI (tampilan yang nge-Zoom), software ini terlihat monoton.· 
2.      Proses instalasinya membutuhkan koneksi internet.
Sulit memasukkan simbol matematika.

Berikut ini contoh media pembelajaran menggunakan prezi:
















Sumber Referensi:
https://prezi.com/wlh10-tvkvsa/kelebihan-dan-kekurangan-prezi/
http://suharnyskom.blogspot.co.id/2013/07/kekurangan-dan-kelebihan-microsoft.html
http://kisahasalusul.blogspot.com/2014/07/nama-asli-9-sunan-walisongo.html

Senin, 23 Mei 2016

Sistem Sewa Tanah di Indonesia



MAKALAH

SISTEM SEWA TANAH DI INDONESIA

diajukan guna memenuhi tugas
Bahasa Indonesia Kelas B
Dosen Pengampu: Furoidatul Husniah, S.S.,M.Pd.


Oleh
Bidayatul Hidayah
NIM 150210302062




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016




PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memeberikan ridho dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Sewa Tanah di Indonesia”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu matakuliah Bahasa Indonesia kelas B Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.      Fuuroidatul Husniah, S.S., M.Pd., selaku Dosen Pengampu matakuliah Bahasa Indonesia Kelas B Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember yang telah memberi kami tugas.
2.      Rekan-rekan yang telah sumbangsih pemikiran dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun juga menerima segala kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi khasanah keilmuan.

Jember,  Mei 2016


Penyusun




DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..........................................................................         i
PRAKATA ..........................................................................................         ii
DAFTAR ISI .......................................................................................         iii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................        1
1.1  Latar Belakang ..........................................................................         1
1.2  Rumusan Masalah.......................................................................        2
1.3  Tujuan Penulisan.........................................................................        2
1.4  Manfaat......................................................................................         2
BAB 2. PEMBAHASAN .....................................................................        3
2.1  Sistem Pemerintahan Pada Masa Raffles di Indonesia...............       4
2.2  Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah.................................................       6
2.3  Dampak Sewa Tanah...................................................................       9
2.4  Faktor Penyebab Kegagalan Sistem Sewa Tanah.......................        10
BAB 3. PENUTUP ...............................................................................       13
3.1 Kesimpulan..................................................................................       13
3.2 Saran............................................................................................       14
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................      15


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1799 dikarenakan beberapa hal, seperti adanya peperangan Perancis dan Inggris, korupsi yang dilakukan oleh sebagian besar pegawai VOC, serta besarnya anggaran pengeluaran terutama biaya perang. Dengan jatuhnya VOC, Belanda membentuk pemerintahan baru yang disebut dengan Hindia Belanda (Nederlands Indies) guna mempertahankan Nusantara (Indonesia sekarang) sebagai negara atau wilayah kekuasaannya. Perlu diketahui, pada periode yang sama Belanda berada di tangan Perancis. Dengan kata lain, suatu negara yang menjajah Nusantara (Belanda) disatu sisi dijajah oleh negara lain (Perancis).
Pada tahun 1808, Raja Napoleon Bonaparte sebagai penguasa Perancis memilih Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Nusantara, namun tetap dibawah kekuasaan Perancis. Perancis mengirim Daendels ke Nusantara untuk melaksanakan politik maupun sistem yang dapat memberikan hasil, terutama perekonomian bagi Belanda dan Perancis. Namun tahun 1811, Inggris dapat menguasai Nusantara dan mengambil alihnya dari Belanda melalui Perjanjian Tuntang tanggal 18 September 1811 (Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan, 2010: 70).
Untuk menjalankan pemerintahan di Indonesia, Lord Minto menugaskan Sir Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur EIC di Indonesia. Di dalam menjalankan pemerintahannya, Raffles berusaha mengadakan berbagai pembaharuan, baik di bidang pemerintahan (politik) maupun ekonomi. Pemerintahannya didasarkan pada prinsip-prinsip politik liberal yang diperjuangkan dalam Revolusi Prancis. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan Raffles yaitu sistem sewa tanah (Land Rent) yang menggantikan sistem penyerahan hasil panen dari pribumi kepada pemerintah yang di jalankan oleh Daendels sebelumnya.



1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami jadikan permasalahan adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sistem pemerintahan pada masa Rafles di Indonesia?
2.      Bagaimana pelaksanaan sistem sewa tanah di Indonesia?
3.      Bagaimana dampak dari sewa tanah di Indonesia?
4.      Apa saja faktor penyebab kegagalan sistem sewa tanah?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini:
Untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Indonesia II Kelas B Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.

1.4  Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah sebagai berikut :
1.      Untuk memberi pengetahuan baru bagi kami sebagai penyusun tentang sistem sewa tanah.
2.      Untuk memberi pengetahuan bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.


BAB 2. PEMBAHASAN

2.1  Sistem Pemerintahan Pada Masa Raffles di Indonesia
Kemenangan Inggris dalam perang melawan Belanda-Prancis, menandai berakhirnya kekuasaan Belanda di Nusantara. Bergantilah Inggris yang menguasai Indonesia. Kekuasaan Inggris di Indonesia mencakup wilayah Jawa, Palembang, Banjarmasin, Makassar, Madura, dan Sunda Kecil. Pusat pemerintahan Inggris atas Indonesia berkedudukan di Madras, India dengan Lord Minto sebagai gubernur jenderal. Daerah bekas jajahan Belanda dipimpin oleh seorang letnan gubernur yang bernama Stamford Raffles (1811-1816).
Selama pemerintahannya Raffles banyak melakukan pembaharuan yang bersifat liberal di Indonesia. Pembaharuan yang dilakukan Raffles di Indonesia secara teoritis mirip dengan pemikiran Dirk van Hogendorp pada tahun 1799. Inti dari pemikiran kedua orang tersebut adalah kebebasan berusaha bagi setiap orang, dan pemerintah hanya berhak menarik pajak tanah dari penggarap. Pemerintahan dijalankan untuk mencapai kesejahteraan umum, dan kesadaran baru bahwa baik serikat dagang, terlebih kekuasaan negara tidak mungkin bertahan hidup dengan memeras masyarakatnya.
Gagasan Raffles mengenai sewa tanah ini dilatar belakangi oleh keadaan Jawa yang tidak memuaskan dan tidak adanya kebebasan berusaha. Gagasan dan cita-cita Raffles merupakan pengaruh dari Revolusi Perancis yaitu prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan yang semula tidak ada pada masa Belanda. Pada masa pemerintahan Belanda, para pedagang pribumi dan Eropa mengalami kesulitan dalam hal berdagang. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem monopoli yang diterapkan pemerintah Belanda. Sistem monopoli yang diterapkan oleh pemerintahan Belanda ini pada masa Raffles diganti dengan perdagangan bebas.
Selain itu adanya paksaan dari pemerintah Belanda kepada para petani untuk menyediakan barang dan jasa sesuai kebutuhan Belanda, mengakibatkan matinya daya usaha rakyat. Oleh karena itu, pada masa Raffles inilah masyarakat diberi kebebasan bekerja, bertanam, dan penggunaan hasil usahanya sendiri. Pada masa Raffles para petani diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam.
Tidak adanya kepastian hukum pada masa pemerintahan Belanda, telah mengakibatkan terjadinya kekacauan di berbagai daerah. Tidak adanya perlindungan hukum untuk para para penduduk mengakibatkan adanya sikap sewenang-wenang para penguasa pribumi. Tidak adanya jaminan bagi para petani mengakibatkan hilangnya dorongan untuk maju. Sesuai pernyataan Hogendorf, ia tidak percaya pendapat orang-orang Eropa tentang kemalasan orang Jawa, karena apabila diberi kebebasan menanam dan menjual hasilnya, petani-petani Jawa akan terdorong untuk menghasilkan lebih banyak dari pada yang dicapai dibawah masa Belanda.
Jika kebebasan dan kepastian hukum dapat diwujudkan, untuk mencapai kemakmuran orang-orang Jawa yang dahulunya tertindas akan dapat berkembang. Masyarakat pun dengan keinginannya sendiri akan menanam tanaman-tanaman yang diperlukan oleh perdagangan di Eropa. Semua ini pada akhirnya juga akan menguntungkan bagi perekonomian pihak Inggris.
Stelsel yang diterapkan pemerintah Belanda sangat ditentang oleh Raffles, hal ini dikarenakan munculnya penindasan dan menghilangkan dorongan untuk mengembangkan kerajinan. Secara makro kondisi ini akan menyebabkan rendahnya pendapatan negara atau negara mengalami kerugian. Pada hakikatnya pemerintahan Raffles menginginkan terciptanya suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsur paksaan yang dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang dijalankan pemerintah Belanda.
Dalam pemerintahannya, Raffles menghendaki adanya sitem sewa tanah atau dikenal juga dengan sistem pajak bumi dengan istilah landrente.

2.2  Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah
Thomas Stamford Raffles menyebut Sistem Sewa tanah dengan istilah landrente. Tanah disewakan kepada kepala-kepala desa di seluruh Jawa yang pada gilirannya bertanggung jawab membagi tanah dan memungut sewa tanah tersebut. Sistem sewa tanah ini pada mulanya dapat dibayar dengan uang atau barang, tetapi selanjutnya pembayarannya menggunakan uang. Gubernur Jenderal Stamford Raffles ingin menciptakan suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsur paksaan, dan dalam rangka kerjasama dengan raja-raja dan para bupati.
Kepada para petani, Gubernur Jenderal Stamford Raffles ingin memberikan kepastian hukum dan kebebasan berusaha melalui sistem sewa tanah tersebut. Kebijakan Gubernur Jenderal Stamford Raffles ini, pada dasarnya dipengaruhi oleh semboyan revolusi Perancis dengan semboyannya mengenai “Libertie (kebebasan), Egaliie (persamaan), dan Franternitie (persaudaraan)”. Hal tersebut membuat sistem liberal diterapkan dalam sewa tanah, di mana unsur-unsur kerjasama dengan raja-raja dan para bupati mulai diminimalisir keberadaannya.
Sehingga hal tersebut berpengaruh pada perangkat pelaksana dalam sewa tanah, di mana Gubernur Jenderal Stamford Raffles banyak memanfaatkan colonial (Inggris) sebagai perangkat (struktur pelaksana) sewa tanah, dari pemungutan sampai pada pengadministrasian sewa tanah. Meskipun keberadaan dari para bupati sebagai pemungut pajak telah dihapuskan, namun sebagai penggantinya mereka dijadikan bagian integral (struktur) dari pemerintahan colonial, dengan melaksanakan proyek-proyek pekerjaan umum untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Dalam pelaksanaan Sistem Sewa Tanah yang dijalankan oleh Raffles, ia memegang pada azas-azas sebagai berikut:
  1. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam.
  2. Pengawasan tertinggi dan langsung dilakukan oleh pemerintah atas tanah-tanah dengan menarik pendapatan atas tanah-tanah dengan menarik pendapatan dan sewanya tanpa perantara bupati-bupati, yang dikerjakan selanjutnya bagi mereka adalah terbatas pada pekerjaan-pekerjaan umum.
  3. Menyewakan tanah-tanah yang diawasi pemerintah secara langsung dalam persil-persil besar atau kecil, menurut keadaan setempat, berdasarkan kontrak-kontrak untuk waktu yang terbatas.
Untuk menentukan besarnya pajak, tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari hasil bruto.
Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga darihasil bruto.
Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari hasil bruto.

2.3  Dampak Sewa Tanah
Adanya sewa tanah yang dibuat oleh Raffles  tersebut memiliki dampak positif dan negatif.
a)      Dampak positif, antara lain:
  1. Memperkenalkan sewa tanah dengan titik berat pada pajak dan ekonomi uang atau moneter;
  2. Menunjukkan pemerintahan yang sentralistis;
  3. Menunjukkan gaya yang memadukan otoriter versus demokrasi;
  4. Dihapuskannya kerja rodi dan upeti;
  5. Kopi merupakan sumber pendapatan pemerintah yang terjamin.

b)     Dampak negatif, sebagai berikut:
  1. Menumbuh kembangkan kebencian rakyat pemilik tanah;
  2. Timbulnya kerugian yang cukup besar bagi pribumi;
  3. Menumpahnya kekecewaan para Sultan, Bupati, dan bangsawan akibat pengambilan pajak secara langsung pada distrik-distrik dan desa-desa serta kepala-kepala rakyat;
  4. Petani tidak boleh menjual, membeli maupun menggadaikan tanah.

2.4  Faktor Penyebab Kegagalan Sistem Sewa Tanah
Pelaksanaan sistem sewa tanah yang dilakukan Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles pada sistem pertanahan di Indonesia menemui beberapa kegagalan. Sistem sewa tanah yang diberlakukan ternyata memiliki kecenderungan tidak cocok bagi pertanahan milik penduduk pribumi di Indonesia. Sistem sewa tanah tersebut tidak berjalan lama, hal itu di sebabkan beberapa faktor dan mendorong sistem tersebut untuk tumbang kemudian gagal dalam peranannya mengembangkan kejayaan kolonisasi Inggris di Indonesia.
Beberapa faktor kegagalan sistem sewa tanah antara lain ialah:
1.      Keuangan negara yang terbatas, memberikan dampak pada minimnya pengembangan pertanian.
2.      Pegawai-pegawai negara yang cakap jumlahnya cukup sedikit, selain karena hanya diduduki oleh para kalangan pemerinah Inggris sendiri, pegawai yang jumlahnya sedikit tersebut kurang berpengalaman dalam mengelola sistem sewa tanah tersebut.
3.      Masyarakat Indonesia pada masa itu belum mengenal perdagangan eksport seperti India yang pernah mengalami sistem sewa tanah dari penjajahan Inggris. Dimana pada abad ke-9, masyarakat Jawa masih mengenal sistem pertanian sederhana, dan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sehingga penerapan sistem sewa tanah sulit diberlakukan karena motivasi masyarakat untuk meningkatkan produksifitas pertaniannya dalam penjualan ke pasar bebas belum disadari betul.
4.      Masyarakat Indonesia terutama di desa masih terikat dengan feodalisme dan belum mengenal ekonomi uang, sehingga motivasi masyarakat untuk memperoleh keuntungan dari produksifitas hasil pertanian belum disadari betul.
5.      Pajak tanah yang terlalu tinggi, sehingga banyak tanah yang terlantar tidak di garap, dan dapat menurunkan produksifitas hasil pertanian.
6.      Adanya pegawai yang bertindak sewenang-wenang dan korup.
Singkatnya masa jabatan Raffles yang hanya bertahan lima tahun, sehingga ia belum sempat memperbaiki kelemahan dan penyimpangan dalam sistem sewa tanah.



BAB 3. PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Selama pemerintahannya (1811-1816), Raffles banyak melakukan pembaharuan yang bersifat liberal di Indonesia. Pada masa Raffles masyarakat diberi kebebasan bekerja, bertanam, dan penggunaan hasil usahanya sendiri. Pada masa Raffles para petani diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam. Dalam pemerintahannya, Raffles menghendaki adanya sistem sewa tanah atau dikenal juga dengan sistem pajak bumi dengan istilah landrente.
Pelaksanaan sistem sewa tanah yang diperkenalkan oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles mengandung tujuan yaitu diantaranya bagi para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebas untuk memotivasi mereka agar bekerja lebih giat sehingga kesejahteraannya mejadi lebih baik, daya beli masyarakat semakin meningkat sehingga dapat membeli barang-barang industri Inggris, pemerintah kolonial mempunyai pemasukan negara secara tetap, memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki petani, secara bertahap untuk mengubah sistem ekonomi barang menjadi ekonomi uang.
Akan tetapi pelaksanaan sistem sewa tanah yang dilakukan Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles pada sistem pertanahan di Indonesia menemui beberapa kegagalan. Sistem sewa tanah yang diberlakukan ternyata memiliki kecenderungan tidak cocok bagi pertanahan milik penduduk pribumi di Indonesia.

3.2 Saran
Sistem sewa tanah, baik pada masa pemerintah Daendels maupun Raffles memberikan kita pengetahuan tentang keadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia pada saat itu. Dalam memajukan suatu negara kita harus saling bekerja sama, bahu membahu untuk Indonesia yang lebih baik. Harapan kami sebagai penulis, setiap orang harus mempunyai cita-cita dalam meningkatkan kualitas hidupnya, terutama generasi muda yaitu dengan peningkatan kegiatan belajarnya agar menjadi generasi penerus Indonesia yang lebih baik, dan tidak mudah dijajah dengan bangsa lain.



DAFTAR PUSTAKA
            Marwati, D. P. & Notosusanto, Nogroho. 2013. Sejarah Nasional Indonesia IV. Cetakan V. Jakarta: Balai Pustaka.
                Sumber artikel : http://pendidikan4sejarah.blogspot.com. Diunduh pada 20 April 2016.